Fenomena Marriage Is Scary, Pernikahan Tidak Lagi Diminati Gen-Z

Dulu, pada tahun 2000-an awal, ketika saya masih berusia 20an, mungkin pernikahan masih menjadi sesuatu yang diimpikan bahkan menjadi salah satu target hidup sebagian besar anak muda termasuk saya. Tetapi belakangan ini, mulai muncul fenomena yang ramai tidak hanya di sosial media tetapi juga di lingkungan sekitar kita. Fenomena yang muncul dari banyaknya pemberitaan dan propaganda-propaganda tentang begitu menakutkannya sebuah pernikahan. Fenomena Marriage is Scary ini, intinya menggambarkan ketakutan-ketakuan gen-Z terhadap pernikahan dan alasan-alasan yang menurut saya terlalu dibuat-buat. Pernikahan dianggap hanya sebagai media resmi untuk meneruskan keturunan dengan berbagai resiko yang terlalu besar sehingga tidak sebanding jika harus ditukar dengan kenyamanan saat single. So, resiko-resiko apa saja sih yang sebenarnya dianggap menakutkan bagi gen-Z ini? 


1. KDRT

Banyaknya berita tentang KDRT (kekerasan dalam rumah tangga) memang cukup membuat banyak kaum perempuan merasa ketakutan, apalagi dari banyaknya kasus sebagian besar korbannya adalah perempuan.

https://kekerasan.kemenpppa.go.id/

Wajarkah jika akhirnya gen-Z berpikir pernikahan hanya sesuatu yang menakutkan dan lebih baik dihindari? 

Untuk alasan ini saya sendiri cukup memahami, tetapi menurut saya sebenarnya KDRT bisa dihindari dengan meminimalisir penyebab yang bisa memicu terjadinya KDRT. Misalnya saja, sebagai perempuan kita harus berdaya agar tidak dianggap lemah. Dan ketika terjadi perselisihan dengan pasangan, sebaiknya gunakan logika daripada perasaan, jangan sampai emosi kita memicu pasangan lepas kendali sehingga terjadi tindak kekerasan yang tidak diinginkan.
Satu lagi, buatlah komitmen yang disepakati sebelum menikah. Bagi saya pribadi komitmen-komitmen pra-nikah ini sangat penting. Maka sebelum memutuskan untuk menikahi seseorang cobalah untuk menyediakan banyak waktu untuk berbicara, berdiskusi, dan merancang konsep rumah tangga seperti apa yang sama-sama diinginkan sehingga nantinya tidak terjadi marriage shock saat kita harus bertransformasi dari sosok perempuan menjadi sosok istri bahkan ibu. Komitmen ini termasuk kesepakatan tentang hal-hal yang pantang dilakukan seperti berselingkuh, melakukan KDRT, dll serta bagaimana konsekuensinya apabila kesepakatan tersebut sampai dilanggar.

2. Tugas Rumah Tangga

Dulu, budaya patriarki yang begitu kuat mengakar di masyarakat kita telah menciptakan kebiasaan bahwa tugas rumah tangga seperti memasak, mengurus anak, belanja kebutuhan rumah tangga, dan urusan beberes rumah merupakan tugas istri. Tetapi masihkah hal tersebut relevan ketika kesadaran akan konsep rumah tangga modern dan ilmu parenting semakin berkembang?  

https://parentalk.id/

Gen-Z, sudahkah kalian belajar ilmu parenting dan konsep rumah tangga modern sebelum ikut-ikutan fenomena marriage is scary?

Tugas rumah tangga itu tugas suami dan istri. Bukan hanya salah satunya. Jadi kalau kalian sebagai calon istri tidak mau dituntut untuk memasak makanan untuk suamimu, maka carilah suami yang mau melakukan tugas itu untukmu. Lalu, silakan kalian ambil alih tugas domestik rumah tangga lainnya misalnya mencuci piring, menyapu, mengepel, dan beberes rumah agar adil. Tetapi, jika kalian memiliki penghasilan yang cukup besar maka tidak perlu repot-repot memasak karena layanan pesan antar makanan saat ini sudah banyak dan kalau kalian hidup di kota besar maka begitu keluar rumah sudah berjejer warung makan bahkan restoran yang buka dari pagi sampai malam yang bisa dijadikan pilihan. Dan tentu saja kalau pasangan kalian anak konglomerat, maka ketakutan itu seharusnya tidak pernah ada karena di rumah kalian pasti sudah stand by para pelayan dan pembantu yang mengerjakan semua tugas rumah tangga termasuk mengasuh anak. 


Nah, tangkapan layar di atas adalah salah satu contoh yang saya lihat di Tiktok. Alasan-alasan para gen-Z yang takut menikah, bagaimana menurut kalian? 


Kalau menurut saya, alasan-alasan tersebut hanya alasan yang dibuat-buat karena kurangnya pemahaman mereka ketika melihat kehidupan rumah tangga orang-orang di sekitarnya. Sebenarnya, kalau perempuan memiliki empowerment maka tidak perlu takut dijadikan babu setelah menikah atau takut jadi jelek karena tidak bisa skincare-an. Gen-Z kan rata-rata melek teknologi dan kreatif, maka carilah penghasilan sendiri dengan memanfaatkan industri kreatif yang pesat berkembang saat ini untuk memenuhi kebutuhanmu sendiri, jangan jadi ketergantungan pada suami. Dan untuk para laki-laki yang ikut terbawa fenomena marriage is scary ini, percayalah kalau kalian sudah memenuhi kewajiban sebagai suami entah itu memenuhi kebutuhan rumah tangga atau kebersamaan bersama istri dan anak-anak mu, maka istrimu tidak akan pernah mempermasalahkan hobimu. Saya sendiri tidak pernah melarang hobi suami entah itu bulutangkis, futsal, sampai touring, karena saya pun memiliki hobi dan kegiatan-kegiatan diluar bekerja yang tetap saya jalankan sampai saat ini. 

Jadi, kalau saya boleh menyarankan, ade ade gen-Z cobalah menggali lebih dalam tentang filosofi pernikahan dan tujuan mulia di dalamnya. Saya benar-benar khawatir, kalau kalian tidak ada yang mau menikah hanya karena ketakutan-ketakutan yang belum tentu terjadi, maka bangsa Indonesia dua puluh tahun ke depan mungkin akan musnah. Bukan karena di serang negara lain, bukan karena bencana alam, bukan juga karena serangan virus mematikan, tetapi karena isi kepala kalian. 


Artikel ini adalah bagian dari latihan komunitas LFI supported by BRI

No comments